NU

NU
NU Punya

Selasa, 25 Juni 2013

Al-Mujtahidun fi al-Qada


Al-Mujtahidun fi al-Qada
Oleh
Acep Zoni S. Mubarak, M.Ag.

Sampai saat ini pemikiran hukum Islam tidak pernah terhenti. Pemikiran hukum Islam tetap dilaksanakan oleh paling sedikitnya dua golongan profesional, yakni para qa>d}i> (hakim) dan para mufti>. Golongan yang pertama melakukan pemikiran hukum Islam dengan jalan pelaksanaan ilmu hukum melalui keputusan pengadilan, sedangkan golongan kedua melalui fatwa.
Seperti halnya Waell B Hallaq mencoba menunjukan bahwa pintu ijtihad tidak (pernah) tertutup baik dalam teori maupun dalam praktek. Melalui analisis kronologis terhadap literatur yang relevan dengan pokok persoalan ini mulai dari abad ke 4/10 ke depan, akan menjadi jelas bahwa diantaranya para fuqaha yang mampu untuk melakukan ijtihad selalu ada di sepanjang waktu dan ijtihad digunakan untuk mengembangkan hukum positif setelah terbentuknya mazhab-mazhab.
Walaupun menurut Joseph Schacht keputusan yang diberikan oleh para qa>d}i> sebenarnya tidak begitu besar pengaruhnya terhadap perkembangan hukum Islam setelah berakhirnya periode formatif Hukum Islam pada masa awal pemerintahan Abbasiyah, tapi pada dasarnya qa>d}i>  (hakim) pada masa permulaan itu telah melatakkan dasar bagi perkembangan Hukum Islam.
Demikian pula dalam praktek di Indonesia, dinamika ijtihad Hakim Pengadilan Agama terus berlangsung dalam kurun sebelum diberlakukannya Kompilasi Hukum Islam di Indonesia melalui Inpres No. 1 Tahun 1991, pasca pemberlakuannya dan setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Ada yang berbeda pada hakim Pengadilan Agama dengan hakim Pengadilan Umum, Militer, Tata Usaha Negara yang hanya tunduk terhadap perundangan negara yang dasar hukum materil maupun formilnya bersumber  satu arah pada aturan negara. Tapi bagi hakim Pengadilan Agama, ada dualisme antara aturan yuridis dengan aturan agama (hukum Islam) yang menjadi landasasn penetapannya. Dalam istilah Rifyal Ka’bah, adanya pembedaan antara hukum yang bersifat qad}a>’i> (yuridis) dan diya>ni> (hukum Islam).
Sebagai deskripsi perkara, hakim Pengadilan Agama bisa memutuskan untuk mengijinkan seorang istri menggugat cerai atas dasar dia mengalami penderitaan karena suaminya kawin lagi atau poligami. Keputusan untuk menceraikan di sini adalah qad}a>’i> (yuridis) yang bersumber dari ketentuan ketuhanan dalam al-Qur’an (diya>ni>) bahwa istri harus diperlakukan dengan baik.
Antara teks al-Qur’an dan keputusan pengadilan tersebut terdapat serangkaian proses ijtihad yang cukup panjang. Bagaimana cara mengambil istinba>t} hukum dari teks al-Qur’an tersebut dan metode apa yang digunakan sehingga melahirkan keadilan bagi para pencari hukum.
Dalam tataran ini, seorang hakim dituntut memiliki kapasitas dan kapabilitas intelektual yang, terutama sekali, dibutuhkan dalam lapangan ijtihad. Secara umum dipahami bahwa ijtihad merupakan usaha pengerahan pikiran secara optimal dari orang yang memiliki kompetensi untuk itu dalam menemukan suatu kebenaran dari sumbernya dalam berbagai bidang keilmuan Islam. Khususnya dalam bidang fiqh, ijtihad diartikan sebagai usaha pikiran secara optimal dari ahlinya, baik dalam menyimpulkan hukum fiqh dari al-Quran dan Sunnah maupun dalam penerapannya.
Menurut Satria Effendi M. Zein, dalam lapangan fiqh terdapat dua bentuk ijtihad, yaitu ijtihad untuk menyimpulkan hukum dari sumbernya dan ijtihad dalam penerapan hukum. Ijtihad dalam bentuk pertama disebut ijtihad istinba>t}i>, sedangkan dalam bentuk kedua disebut ijtihad tat}bi>qi>.
Lapangan ijtihad istinba>t}i> adalah al-Quran dan Sunnah yang dijadikan sumber oleh para hakim dan juris Islam lainnya dalam membuat rumusan hukum. Pada periode awal Islam ijtihad seperti ini diperlukan, disamping tat}bi>qi>, dan merupakan persyaratan bagi seseorang yang akan diangkat menjadi hakim.
Karena ijtihad tat}bi>qi> merupakan ijtihad seorang hakim dalam menerapkan hukum kepada kasus-kasus yang diajukan kepadanya. Ijtihad ini tidak kalah pentingnya dibanding dengan ijtihad istinba>t}i>. Kejelian seorang hakim dalam menebak mana yang benar dan mana yang salah dalam satu perkara, ketajaman pandangannya dalam menangkap isyarat-isyarat dan qari>nah yang melingkari suatu kasus, dan dalam memilih putusan hukum yang bagaimana yang lebih cocok dengan suatu perkara, merupakan nilai postif tersendiri bagi kondite seorang hakim.
Atas dasar hal itulah kemampuan intelektual seorang hakim untuk masa sekarang lebih banyak tercurah pada ijtihad tat}bi>qi>. Lapangan ijtihad ini adalah tempat penerapan hukum, yaitu manusia dengan segala ihwalnya yang selalu berubah dan berkembang. Seiring dengan perkembangan manusia, ijtihad tat}bi>qi> tidak pernah terputus selama umat Islam bertekad untuk mengimplementasikan ajaran Islam dalam kehidupan nyata. Untuk itu ijtihad tatbiqy berkaitan erat dengan tugas para hakim, karena peran hakim sebagai penegak hukum tidak cukup hanya dengan penguasaan (materi) hukum belaka, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menerapkannya secara benar dan proporsional.
Hal ini karena peran hakim adalah melakukan rechsvinding (penemuan hukum), yang menurut Paul Scholten dapat dilakukan melalui rechtscontructie (konstruksi hukum), rechtsinterpretatie (penafsiran hukum), rechtsanalogie (analogi hukum), dan rechtsvervijning (penghalusan hukum).
Hakim Pengadilan Agama mempunyai tugas berat, di satu pihak harus menerapkan peraturan perundang-undangan, akan tetapi di pihak lain kalau penerapan tersebut tidak sesuai dengan fakta, keadaan bahkan tujuan hukum maka akan menimbulkan ketidak pastian dan ketidakadilan. Untuk memungkinkan peraturan perundang-undangan terterap sebagai mana mestinya, hampir seluruh hakim harus melakukan penafsiaran dan berijtuhad.
Apabila melihat perundang-undangan, setiap hakim dalam lingkungan Peradilan Agama pada dasarnya dituntut supaya mengembangkan kemampuan ijtihadnya. Atau, paling sedikit tidak ada satu pun Undang-undang yang melarang hakim—terutama hakim agama—untuk berijtihad. Termasuk ke dalam koridor ijtihad ialah mencarikan keputusan hukum yang lebih sesuai dan adil dalam upaya mengembangkan sistem hukum itu sendiri.
Dengan memakai instrumen ijtihad dalam bentuk yang sederhana, hakim dapat menggali dan mengembangkan hukum Islam yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama. Sebuah prinsip yang sangat berharga dalam hal ini adalah bahwa selama hukum itu merupakan hasil ijtihad, terbuka untuk dijadikan sasaran ijtihad oleh hakim Pengadilan Agama yang memiliki kemampuan. Sebagaimana diungkapkan oleh Qadry A Azizy, ketika kitab fiqh membahas mengenai hakim (hakim atau qa>d}i>) pada setiap lembaga peradilan (wilayah al-qad}a>) kemampuan berijtihad menjadi salah satu syaratnya.
 Ada beberapa kemungkinan yang dapat dilakukan hakim Pengadilan Agama sebagaimana yang dikemukakan oleh Satria Effendi M. Zein:
a.    Melakukan penafsiran terhadap kata atau redaksi dari pasal-pasal yang terdapat dalam Kompilasi Hukum Islam. Dan dalam mengadakan penafsiran itu, hukum kebalikan dari satu redaksi (mafhu>m mukha>lafah) di satu kali dapat difungsikan.
b.    Melakukan analogi (qiya>s) dengan menyamakan hukum kasus baru yang belum terdapat rumusan hukumnya secara redaksional di dalam rumusan-rumusan hukum yang sudah ada tersedia dengan alasan ada persamaan substansinya.
c.    Membuat hukum pengecualian. Ketika seseorang akan menerapkan suatu hukum yang sudah siap pakai kepada sebuah kasusu, pada satu kali subyek yang terlibat dalam kasus itu sedang tidak siap menerima hukum yang seperti itu, atau akan menimbulkan madarat yang lebih besar. Dalam kasus seperti ini perlu diadakan hukum pengecualian seperti terdapat dalam konsep metode istih}sa>n.
Ala kulli hal, Kekuatan ijtihad hakim agama masih terus melekat dari dulu sampai sekarang dengan menggunakan metode istinbat hukum yang terdapat dalam tradisi us}u>l al-fiqh yang dilengkapi dengan perangkat aturan negara yang mampu memberikan kekuatan hukum formal yang mengikat. Maka pantas bagi para hakim Pengadilan Agama diberi julukan sebagai Al-Mujtahidun fi al-Qadla. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila Anda tidak setuju atau memiliki saran, silahkan isi komentar di bawah ini: